PENALARAN
Penalaran adalah Proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar
penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut
dengan konklusi (consequence).
METODE DALAM PENALARAN
Metode Induktif
Metode Induktif
Paragraf Induktif adalah Paragraf yang diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf Induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis. Pengembangan tersebut yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab akibat bisa juga akibat sebab.
Contoh paragraf Induktif:
Pada saat ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat seperti brigdens, shafel muter, salsa (dan Kripton), free dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.
Pada saat ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat seperti brigdens, shafel muter, salsa (dan Kripton), free dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.
Contoh generalisasi:
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
∴ Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
∴ Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah Metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum)
dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan
imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif
sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PENALARAN
Disini,
yang dimaksud dengan penggunaan Bahasa Indonesia dalam proses penalaran adalah
Penulisan Ilmiah.
a. Konsep Ilmiah
Ilmiah
adalah sesuatu yang didasarkan atas ilmu pengetahuan. Kata ilmu sendiri
merupakan kata serapan dari bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami, mengerti
atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat
berarti memahami suatu pengetahuan.
b. Persyaratan Ilmiah
1.
Obyektif
Dalam
mengkaji obyek yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuain antara tahu
dengan obyek.
2.
Metodis
Metodis
adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran.
3.
Sistematis
Ilmu
harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu system yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya.
4.
Universal
Kebenaran
yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak
bersifat tertentu).
Salah
nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam:
1.
Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yag terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yag terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a.
Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang teribat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang teribat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.
b.
Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Contoh:
Semua pejabat pemerintah korup; Para remaja sekarang rusak moralnya; Zaman
sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa pamrih; dan sebagainya.
2.
Kerancuan analogi
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial (pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial (pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”
3.
Kekeliruan kasualitas (sebab akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan menentukan sebab.
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan menentukan sebab.
Contoh:
a. Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan
a. Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan
4.
Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan.
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan.
Corak
kesalahan ini dapat dirinci menjadi 3 (tiga) macam:
a. Pengabaian persoalan (ignoring the question)
Contoh:
Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal itu.
a. Pengabaian persoalan (ignoring the question)
Contoh:
Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal itu.
b.
Penyembunyian persoalan (biding the question)
Contoh:
Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi kecuali pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
Contoh:
Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi kecuali pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
c.
Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan pendapat tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat yang disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara benar atau persoalan yang terjadi.
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan pendapat tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat yang disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara benar atau persoalan yang terjadi.
5.
Penyandaran terhadap prestise seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.
Agar
tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi
rambu-rambu sebagai berikut:
a. Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
a. Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
b.
Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan
persoalan yang dibahas.
c.
Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya
Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.
Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.
PENALARAN
ILMIAH DALAM KAITANNYA DENGAN PENULISAN ILMIAH
Dalam
penulisan ilmiah terdapat beberapa proses, diantaranya adalah pengamatan,
peninjauan atau penelitian, disusun menurut metode tertentu.
Sebuah
hasil penulisan ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
- Isi
kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah.
- Langkah
pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah.
- Sosok
tampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Untuk
itu diperlukan suatu kemampuan penalaran yang logis dan mengesampingkan unsur
emosi, sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Sebab penalaran adalah suatu
proses berpikir terhadap suatu yang diamati dengan menghasilkan kesimpulan,
sedangkan, penulisan ilmiah merupakan suatu kegiatan penulisan berdasarkan
hasil penalaran penulis terhadap permasalahan ilmiah.
Peranan Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah
Dalam
penyajian sebuah Konsep Ilmiah, Bahasa Indonesia mempunyai peranan penting
dengan dibakukannya Ejaan sesuai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Dengan
ejaan sesuai EYD ini, Bahasa Indonesia memiliki susunan struktur bahasa yang
Obyektif, Metodis, Sistematis, dan Universal.
Peranan
tersebut, mencakup penggunaan Bahasa Indonesia dalam publikasi artikel maupun
tulisan-tulisan ilmiah, baik berupa karya tulis, penulisan ilmiah, maupun
skripsi dimana penerapannya harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang
berlaku. Beberapa hal misalnya tentang penggunaan huruf kapital : bahwa
pada setiap awal kalimat harus diawali dengan huruf kapital, dan huruf kapital
juga dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,
peristiwa sejarah.
Referensi :